BAB I
PENDAHULUAN
3.1. Latar Belakang
Sapi
peranakan Fries Holland (PFH)
merupakan salah satu jenis sapi perah yang dapat beradaptasi di Indonesia yang
merupakan negara tropis. Sapi PFH dapat beradaptasi di negara tropis
karena merupakan hasil persilangan
antara sapi asli Belanda dengan sapi lokal Indonesia. Indonesia merupakan
negara tropis yang memiliki dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Keadaan
iklim di indonesia yang tidak menentu membuat sapi perah PFH harus menyesuaikan
dengan kondisi iklim tersebut, sehingga berdampak pada fisiologi ternak dan
produktivitasnya. Produktivitas sapi PFH sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain jenis ternak, fisiologi lingkungan, fisiologi ternak dan
bentuk ambing. Seleksi sapi perah sangat
dibutuhkan untuk mengetahui sapi yang dapat memproduksi susu dalam jumlah yang
tinggi yaitu melalui recording .
3.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pengamatan pada ternak sapi perah ini
bertujuan untuk :
a.
Mengetahui suhu
lingkungan pada ternak sapi perah.
b.
Mengetahui suhu
rektal pada ternak sapi perah.
c.
Mengetahui
denyut nadi pada ternak sapi perah.
d.
Mengetahui recording pada ternak sapi perah.
e.
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat saat memelihara sapi perah dengan memperhatikan recording dan fisiologi lingkungan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sapi Peranakan Fries Holland
(PFH)
Sapi
Peranakan Fries Holland (PFH)
merupakan persilangan antara sapi Friesian
Holstein (FH) dengan sapi lokal yang ada di Indonesia. Ciri-ciri sapi PFH antara lain kulit
berwarna belang-belang hitam dan putih, ekor berwarna putih, terdapat warna
putih berbentuk segitiga di dahi, kepalanya panjang, sempit dan lurus, tanduk
mengarah ke depan membengkok ke dalam, mempunyai kemampuan menghasilkan air
susu lebih banyak daripada bangsa sapi perah lainnya yaitu mencapai 5982/liter/laktasi
(Santosa et al., 2013). Bobot badan
sapi PFH dewasa yang baik umumnya sekitar 350 – 400 kg (Sudono et al., 2003).
2.2. Fisiologi Lingkungan
2.2.1. Suhu udara
Suhu udara sangat
mempengaruhi produktivitas sapi perah. Apabila sapi PFH ditempatkan pada lokasi
yang memiliki suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut akan mengalami cekaman panas
terus menerus yang berakibat pada menurunnya produktivitas sapi PFH (Yani dan
Purwanto, 2006). Suhu lingkungan yang sesuai untuk sapi perah adalah 13o C
– 25o C (Yani dan Purwanto, 2006). Suhu udara yang sesuai untuk
pemeliharaan sapi perah di daerah tropis berkisar antara 18o C – 21o
C dan di Indonesia lingkungan tersebut terapat di wilayah dengan
ketinggian serendah-rendahnya 500 m dpl (Utomo et al., 2009).
2.3. Fisiologi Ternak
Fisiologi
ternak sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama faktor lingkungan.
Perubahan lingkungan berupa perubahan suhu, secara langsung akan membuat ternak
melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto,
2006). Cekaman panas dapat mempengaruhi rendahnya konsumsi pakan ternak di
daerah dataran rendah dapat disebabkan pengaruh cekaman panas yang diderita
ternak sehingga untuk mengatasi beban panas dan mempertahankan suhu tubuhnya
maka secara fisiologis ternak atau sapi PFH yang mengalami cekaman panas akan
menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum (Catur dan Ihsan,
2011).
2.3.1. Suhu rektal
Suhu rektal ternak tetap dalam kondisi normal walaupun dalam suhu yang
mencekam kemungkinan disebabkan ternak berhasil melakukan proses termoregulasi
melalui mekanisme homeostatis di dalam tubuh (Utomo et al., 2009).
Pengaturan keseimbangan panas merupakan upaya ternak mempertahankan suhu
tubuhnya relatif konstan terhadap perubahan suhu lingkungan yang merupakan
perwujudan kerja organ-organ tubuh untuk mempertahankan proses homeostatis
(Purwanto et al., 1995). Suhu rektal sapi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu lingkungan, jenis kelamin dan kondisi ternak (Akoso, 2008).
2.3.2. Frekuensi denyut nadi
Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman adalah 60 – 70
kali/menit, reaksi sapi FH terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respons
pernapasan dan denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk
mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak (Yani dan
Purwanto, 2006). Denyut nadi dalam keadaan normal merupakan hal yang baik
mengingat frekuensi pulsus merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk
mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak.
frekuensi pulsus merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan
panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Sudrajad dan
Adiarto, 2011).
2.4. Recording
Recording
adalah segala hal yang berkaitan dengan pencatatan terhadap ternak secara
individu yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangannya. Pencatatan yang
diperlukan meliputi produksi susu, data reproduksi, dan kesehatan ternak (Nurul
et al., 2013). Tujuan utama dari
pencatatan adalah untuk memberitahukan suatu informasi yang detail kepada
pemilik ternak tentang individu sapi secara lengkap dan menyeluruh (Chrisenta,
2012).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum
Ilmu Ternak Perah II dengan materi Fisiologi Lingkungan, Fisiologi Ternak dan Recording dilaksanakan pada hari Rabu
pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 13.30 - 15.00 WIB di Peternakan Sapi Perah
Caymerin Jetak, Tegalgede, Karanganyar.
3.2.
Materi Praktikum
a) Sapi PFH betina
berumur + 3 tahun
b) Termometer tubuh
c) Termometer ruang
d) Stetoskop
e) Stopwatch
f) Alat Tulis
3.3.
Metode Praktikum
a. Mengukur suhu lingkungan
·
Mengenolkan
skala termometer dengan cara dikibas–kibaskan dengan hati – hati (awas jangan
sampai pecah).
·
Digantungkan
pada kandang selama + 10 menit.
·
Mengamati skala
pada termometer dan catat hasilnya.
b. Mengukur suhu tubuh
·
Mengenolkan
skala termometer dengan cara dikibas–kibaskan dengan hati – hati (awas jangan
sampai pecah).
·
Memasukkan
termometer ke dalam rectum hewan percobaan selama ±5 menit.
·
Mengamati skala
pada termometer dan catat hasilnya.
c. Mengukur denyut nadi
·
Menenangkan
terlebih dahulu hewan percobaan tersebut.
·
Menggunakan
stetoskop dan mengarahkan pada bagian kiri depan bawah (belakang kaki kiri yang
depan).
·
Mendengarkan
dengan cermat dan menghitung banyaknya detakan jantung pada hewan percobaan
selama 1 menit.
d.
Recording
Metode yang
digunakan dalam praktikum ini adalah dengan cara melihat kartu recording sesuai dengan nomor identitas
sapi perah, melihat catatan ternak yang ada di kartu recording dan membandingkan dengan aspek recording yaitu identifikasi ternak, reproduksi sapi perah,
kebuntingan dan partus sapi perah, produksi susu dan mengevaluasi aspek-aspek recording.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Suhu Lingkungan
Berdasarkan
hasil pengamatan suhu dalam kandang yang
diperoleh pada saat praktikum adalah 29o C. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa suhu
lingkungan terlalu tinggi untuk pemeliharaan
sapi perah. Daerah tropis mendapatkan sinar matahari lebih banyak
dibandingkan daerah subtropis serta terletak
di bagian tengah bumi dan dilewati oleh garis lintang 0° (khatulistiwa) sehingga suhu lingkungan tinggi. Suhu lingkungan yang sesuai untuk
sapi perah adalah 13o C – 25o C (Yani dan Purwanto, 2009) atau 18o
C – 21o
C (wilayah dengan ketinggian ≥ 500 m dpl)
(Utomo et al., 2009). Suhu udara yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi
kenyamanan dan menurunkan produktivitas sapi perah. Yani dan Purwanto (2006)
menyatakan bahwa apabila sapi PFH
ditempatkan pada lokasi dengan
suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut akan mengalami cekaman panas terus menerus
yang berakibat pada penurunan produktivitas.
4.2.
Suhu Rektal
Perhitungan suhu rektal yang dilakukan pada pengamatan
kedua menyatakan suhu tubuh pada ternak sapi PFH ialah 39,50 C.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa suhu tubuh sapi PFH
yang diamati berada diatas normal, yaitu menurut pendapat Santosa (2004) yang
menyatakan bahwa kisaran tubuh normal pada sapi adalah 370 C sampai
390 C. Keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi
karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu
lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum.
4.3.
Frekuensi Denyut Nadi
Pengamatan ketiga, perhitungan denyut nadi yang
menyatakan denyut nadi pada ternak sapi PFH ialah 92. Pengamatan denyut jantung
ini tidak sesuai dengan denyut jantung sapi normal yaitu berkisar antara 50-60
kali setiap menit (Akoso, 1996), yang per 5 menitnya berkisar sekitar 250-300.
Hal ini disebabkan kondisi sapi saat diamati, sapi yang panik saat diamati
denyut jantungnya berbeda dengan sapi yang tenang saat diamati. Kondisi
lingkungan juga dapat mempengaruhi banyaknya denyut jantung pada sapi.
Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis
hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda
mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen daripada hewan tua. Suhu lingkungan
yang tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan
peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot
respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2
dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut
nadi, bila terjadi cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka
frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan
frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot
respirasi, sehingga memepercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan
selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
4.4. Recording
Berdasarkan
hasil praktikum didapat data bahwa ternak sapi PFH betina no sapi GF390 lahir
pada tanggal 13 Juli 2012 dengan induk sapi FH dengan no 584 dari Greenfill.
Sapi PFH GF390 sekarang ini telah beranak 1 kali dengan anak simental, dan saat
ini telah diinseminasi terakhir dengan straw AL 149N ENGINEER 60980 pada 18
April 2015. Untuk produksi susu sapi GF390 pada 6 bulan terakhir rata-rata
untuk 1 bulan yaitu berturut-turut 11,6 lt, 16 lt, 14,4 lt, 14,1 lt, 13 lt, dan
11,8 lt. Dalam pencatatan recording pada Caymerin yang masih kurang yaitu pada
recording kesehatan ternak. Seharusnya recording yang baik meliputi produksi
susu, data reproduksi dan kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurul et al. (2013) yang menyatakan bahwa pencatatan yang diperlukan meliputi
produksi susu, data reproduksi dan kesehatan ternak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa fisiologi lingkungan dapat mempengaruhi fisiologi ternak sapi
perah terutama suhu tubuhnya. Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari
jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan.
5.2.
Saran
Sebaiknya
pada recording sapi PFH dilakukan pencatatan agar jelas penyakit yang
diderita ternak dan lainnya karena informasi yang diperoleh kurang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson. R.D. 1996. Anatomi
dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.
Habibah. 2004. Tampilan Produksi Susu dan Fisiologis
Tubuh Akibat Perbedaan Tinggi Tempat dan Bulan Laktasi pada Sapi Perah Friesian
Holstein. Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis)
Mardalena. 2008. Pengaruh waktu pemerahan dan
tingkat laktasi terhadap kualitas susu sapi perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan, XI (3).
Mukhtar, A. 2006. Ilmu
Produksi Ternak Perah. Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS; Surakarta.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan
Ternak Sapi. Jakarta: PT
Gramedia.
Santosa, Undang. 2009. Mengelola
Peternakan Sapi secara Profesional. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sientje. 2003. Stres
Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB, Bogor.
Sudrajad, P. dan Adiarto. 2011. Pengaruh stres panas
terhadap performa produksi susu sapi Friesian
Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul sapi perah Baturraden.
Falkutas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
Yani, A. dan B. P. Purwanto.
2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi peranakan Fries
Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya.
Media Peternakan.