Selasa, 18 Agustus 2015

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI LINGKUNGAN SAPI PERAH 2

BAB I
PENDAHULUAN

3.1.     Latar Belakang
Sapi peranakan Fries Holland (PFH) merupakan salah satu jenis sapi perah yang dapat beradaptasi di Indonesia yang merupakan negara tropis. Sapi PFH dapat beradaptasi di negara tropis karena  merupakan hasil persilangan antara sapi asli Belanda dengan sapi lokal Indonesia. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Keadaan iklim di indonesia yang tidak menentu membuat sapi perah PFH harus menyesuaikan dengan kondisi iklim tersebut, sehingga berdampak pada fisiologi ternak dan produktivitasnya. Produktivitas sapi PFH sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis ternak, fisiologi lingkungan, fisiologi ternak dan bentuk ambing.  Seleksi sapi perah sangat dibutuhkan untuk mengetahui sapi yang dapat memproduksi susu dalam jumlah yang tinggi yaitu melalui recording .
3.2.     Tujuan Praktikum
Tujuan dari pengamatan pada ternak sapi perah ini bertujuan untuk :
a.       Mengetahui suhu lingkungan pada ternak sapi perah.
b.      Mengetahui suhu rektal pada ternak sapi perah.
c.       Mengetahui denyut nadi pada ternak sapi perah.
d.      Mengetahui recording pada ternak sapi perah.
e.       Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat saat memelihara sapi perah dengan memperhatikan recording dan fisiologi lingkungan.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Sapi Peranakan Fries Holland (PFH)
Sapi Peranakan Fries Holland (PFH) merupakan persilangan antara sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi lokal yang ada di Indonesia. Ciri-ciri sapi PFH antara lain kulit berwarna belang-belang hitam dan putih, ekor berwarna putih, terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi, kepalanya panjang, sempit dan lurus, tanduk mengarah ke depan membengkok ke dalam, mempunyai kemampuan menghasilkan air susu lebih banyak daripada bangsa sapi perah lainnya yaitu mencapai 5982/liter/laktasi (Santosa et al., 2013). Bobot badan sapi PFH dewasa yang baik umumnya sekitar 350 – 400 kg (Sudono et al., 2003).
2.2.  Fisiologi Lingkungan
2.2.1.      Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi produktivitas sapi perah. Apabila sapi PFH ditempatkan pada lokasi yang memiliki suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut akan mengalami cekaman panas terus menerus yang berakibat pada menurunnya produktivitas sapi PFH (Yani dan Purwanto, 2006). Suhu lingkungan yang sesuai untuk sapi perah adalah 13o C – 25o C (Yani dan Purwanto, 2006). Suhu udara yang sesuai untuk pemeliharaan sapi perah di daerah tropis berkisar antara 18o C – 21o C dan di Indonesia lingkungan tersebut terapat di wilayah dengan ketinggian serendah-rendahnya 500 m dpl (Utomo et al., 2009).
2.3.  Fisiologi Ternak
Fisiologi ternak sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama faktor lingkungan. Perubahan lingkungan berupa perubahan suhu, secara langsung akan membuat ternak melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto, 2006). Cekaman panas dapat mempengaruhi rendahnya konsumsi pakan ternak di daerah dataran rendah dapat disebabkan pengaruh cekaman panas yang diderita ternak sehingga untuk mengatasi beban panas dan mempertahankan suhu tubuhnya maka secara fisiologis ternak atau sapi PFH yang mengalami cekaman panas akan menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum (Catur dan Ihsan, 2011).
2.3.1.      Suhu rektal
Suhu rektal ternak tetap dalam kondisi normal walaupun dalam suhu yang mencekam kemungkinan disebabkan ternak berhasil melakukan proses termoregulasi melalui mekanisme homeostatis di dalam tubuh (Utomo et al., 2009). Pengaturan keseimbangan panas merupakan upaya ternak mempertahankan suhu tubuhnya relatif konstan terhadap perubahan suhu lingkungan yang merupakan perwujudan kerja organ-organ tubuh untuk mempertahankan proses homeostatis (Purwanto et al., 1995). Suhu rektal sapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lingkungan, jenis kelamin dan kondisi ternak (Akoso, 2008).
2.3.2.      Frekuensi denyut nadi
Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman adalah 60 – 70 kali/menit, reaksi sapi FH terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak (Yani dan Purwanto, 2006). Denyut nadi dalam keadaan normal merupakan hal yang baik mengingat frekuensi pulsus merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak. frekuensi pulsus merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Sudrajad dan Adiarto, 2011).

2.4.  Recording
Recording adalah segala hal yang berkaitan dengan pencatatan terhadap ternak secara individu yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangannya. Pencatatan yang diperlukan meliputi produksi susu, data reproduksi, dan kesehatan ternak (Nurul et al., 2013). Tujuan utama dari pencatatan adalah untuk memberitahukan suatu informasi yang detail kepada pemilik ternak tentang individu sapi secara lengkap dan menyeluruh (Chrisenta, 2012).















BAB III
MATERI DAN METODE

3.1.     Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Ternak Perah II dengan materi Fisiologi Lingkungan, Fisiologi Ternak dan Recording dilaksanakan pada hari Rabu pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 13.30 - 15.00 WIB di Peternakan Sapi Perah Caymerin Jetak, Tegalgede, Karanganyar.
3.2.     Materi Praktikum
a)       Sapi PFH betina berumur + 3 tahun
b)      Termometer tubuh
c)      Termometer ruang
d)     Stetoskop
e)      Stopwatch
f)       Alat Tulis
3.3.     Metode Praktikum
a.       Mengukur suhu lingkungan
·         Mengenolkan skala termometer dengan cara dikibas–kibaskan dengan hati – hati (awas jangan sampai pecah).
·         Digantungkan pada kandang selama + 10 menit.
·         Mengamati skala pada termometer dan catat hasilnya.
b.      Mengukur suhu tubuh
·         Mengenolkan skala termometer dengan cara dikibas–kibaskan dengan hati – hati (awas jangan sampai pecah).
·         Memasukkan termometer ke dalam rectum hewan percobaan selama ±5 menit.
·         Mengamati skala pada termometer dan catat hasilnya.
c.       Mengukur denyut nadi
·         Menenangkan terlebih dahulu hewan percobaan tersebut.
·         Menggunakan stetoskop dan mengarahkan pada bagian kiri depan bawah (belakang kaki kiri yang depan).
·         Mendengarkan dengan cermat dan menghitung banyaknya detakan jantung pada hewan percobaan selama 1 menit.
d.      Recording
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan cara melihat kartu recording sesuai dengan nomor identitas sapi perah, melihat catatan ternak yang ada di kartu recording dan membandingkan dengan aspek recording yaitu identifikasi ternak, reproduksi sapi perah, kebuntingan dan partus sapi perah, produksi susu dan mengevaluasi aspek-aspek recording.

































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.     Suhu Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan suhu dalam kandang yang diperoleh pada saat praktikum adalah 29o C. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suhu lingkungan terlalu tinggi untuk pemeliharaan sapi perah. Daerah tropis mendapatkan sinar matahari lebih banyak dibandingkan daerah subtropis serta terletak di bagian tengah bumi dan dilewati oleh garis lintang 0° (khatulistiwa) sehingga suhu lingkungan tinggi. Suhu lingkungan yang sesuai untuk sapi perah adalah 13o C – 25o C (Yani dan Purwanto, 2009) atau 18o C 21o C (wilayah dengan ketinggian ≥ 500 m dpl) (Utomo et al., 2009). Suhu udara yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kenyamanan dan menurunkan produktivitas sapi perah. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa apabila sapi PFH ditempatkan pada lokasi dengan suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut akan mengalami cekaman panas terus menerus yang berakibat pada penurunan produktivitas.
4.2.     Suhu Rektal
Perhitungan suhu rektal yang dilakukan pada pengamatan kedua menyatakan suhu tubuh pada ternak sapi PFH ialah 39,50 C. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa suhu tubuh sapi PFH yang diamati berada diatas normal, yaitu menurut pendapat Santosa (2004) yang menyatakan bahwa kisaran tubuh normal pada sapi adalah 370 C sampai 390 C. Keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum.
4.3.     Frekuensi Denyut Nadi
Pengamatan ketiga, perhitungan denyut nadi yang menyatakan denyut nadi pada ternak sapi PFH ialah 92. Pengamatan denyut jantung ini tidak sesuai dengan denyut jantung sapi normal yaitu berkisar antara 50-60 kali setiap menit (Akoso, 1996), yang per 5 menitnya berkisar sekitar 250-300. Hal ini disebabkan kondisi sapi saat diamati, sapi yang panik saat diamati denyut jantungnya berbeda dengan sapi yang tenang saat diamati. Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi banyaknya denyut jantung pada sapi.
Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen daripada hewan tua. Suhu lingkungan yang tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi, bila terjadi cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga memepercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
4.4.     Recording
Berdasarkan hasil praktikum didapat data bahwa ternak sapi PFH betina no sapi GF390 lahir pada tanggal 13 Juli 2012 dengan induk sapi FH dengan no 584 dari Greenfill. Sapi PFH GF390 sekarang ini telah beranak 1 kali dengan anak simental, dan saat ini telah diinseminasi terakhir dengan straw AL 149N ENGINEER 60980 pada 18 April 2015. Untuk produksi susu sapi GF390 pada 6 bulan terakhir rata-rata untuk 1 bulan yaitu berturut-turut 11,6 lt, 16 lt, 14,4 lt, 14,1 lt, 13 lt, dan 11,8 lt. Dalam pencatatan recording pada Caymerin yang masih kurang yaitu pada recording kesehatan ternak. Seharusnya recording yang baik meliputi produksi susu, data reproduksi dan kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurul et al. (2013) yang menyatakan bahwa pencatatan yang diperlukan meliputi produksi susu, data reproduksi dan kesehatan ternak.






















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.     Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa fisiologi lingkungan dapat mempengaruhi fisiologi ternak sapi perah terutama suhu tubuhnya. Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan.
5.2.     Saran
Sebaiknya pada recording sapi PFH dilakukan pencatatan agar jelas penyakit yang diderita ternak dan lainnya karena informasi yang diperoleh kurang lengkap.

























DAFTAR PUSTAKA

Frandson. R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.
Habibah. 2004. Tampilan Produksi Susu dan Fisiologis Tubuh Akibat Perbedaan Tinggi Tempat dan Bulan Laktasi pada Sapi Perah Friesian Holstein. Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis)
Mardalena. 2008. Pengaruh waktu pemerahan dan tingkat laktasi terhadap kualitas susu sapi perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, XI (3).
Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS; Surakarta.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Jakarta: PT Gramedia.
Santosa, Undang. 2009. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sientje. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB, Bogor.
Sudrajad, P. dan Adiarto. 2011. Pengaruh stres panas terhadap performa produksi susu sapi Friesian Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul sapi perah Baturraden. Falkutas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Peternakan.




PAPER "TIKTOK"

PAPER
“PENGENALAN TIKTOK”


UNIVET


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Ilmu Ternak Unggas II


Oleh :
FEBRI WIJANGKORO                  1350500005



PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2015


A.    PENGERTIAN TIKTOK
Mule duck atau lebih dikenal dengan sebutan Tiktok/ itik serati merupakan hasil persilangan antara itik betina (Anas plathyrynchos ) dengan entok jantan (Cairina moschata ). Perkawinan antara itik dan entok bukan sesuatu yang aneh lagi,karena di alam sudah sering terjadi. Jumlah kromosom yang sama memungkinkan terjadinya pembuahan pada perkawinan tersebut, namun itu kadang sangat mustahil , karena perbedaan bobot badan entok jantan yang lebih besar dibandingkan dengan itik betina sehingga diperlukan teknologi alternatif yaitu dengan Inseminasi Buatan (IB ). Menurut Marie Etancelin,et al,2008 menerangkan bahwa persilangan antara itik betina (Anas plathyrynchos ) dengan entok jantan ( Cairina moschata) bertujuan untuk mendapatkan itik persilangan   yang baik, dengan memanfaatkan heritabilitas dan korelasi genetik yang berhubungan erat dengan produksi. Akibat percampuran genetik dari itik dan entok timbulnya heterosis yaitu penampilan karakter yang berbeda dengan rata – rata dari kedua tetuanya. Karakteristik itik serati umumnya hampir menyerupai entok,yaitu memiliki tubuh besar,tenang,dapat berenang,tetapi tidak dapat terbang (Harahap 1993;Dharma et al.2001; Sari 2002

B.     ALASAN TIKTOK SEBAGAI ITIK PENGHASIL DAGING POTENSIAL
Daging itik yang banyak di konsumsi masyarakat dan beredar di pasaran umumnya bersumber dari itik betina yang tidak produktif atau afkir, itik jantan muda sebagai itik pedaging, dan itik serati/tiktok. Daging itik betina afkir dan jantan muda kurang disukai masyarakat karena alot dan penampilannya kurang menarik (Harjosworo et al. 2001). Hal ini karena itik petelur mempunyai badan yang langsing dan bobot dagingnya rendah. Selain rasa dan baunya anyir, daging itik betina afkir umumnya keras, warnanya coklat kemerahan (Lukman 1995; Hustiany et al. 2001), dan memiliki serabut otot yang besar (Sudjatinah 1998). Apa lagi dalam pengolahan karkas kurang baik sehingga menyebabkan bau apek dan penampilan yang kurang menarik akibatnya harga daging itik relatif rendah. Bobot hidup itik betina afkir berkisar antara 1,3-1,4 kg dan setelah dipotong hanya menghasilkan karkas 0,9 kg. Itik jantan muda kurang diminati oleh usaha pembesaran itik pedaging karena tidak efisien dalam penggunaan pakan. Untuk mencapai bobot hidup 1,1 kg diperlukan waktu sekitar 10 minggu dengan konversi pakan bervariasi antara 4,19-6,02 (Sinurat et al. 1993; Iskandar et al. 1995).
Tiktok (mule duck) merupakan hasil persilangan antara entok jantan (Cairina moschata)  dengan itik betina (Anas platyrhynchos). Perkawinan kedua spesies tersebut masih dimungkinkan, namun terbatas sampai hibrida saja dan tidak dapat dibentuk sebagai rumpun baru. Jika perkawinan antara itik jantan dan entok betina maka anak tiktok yang dihasilkan bersifat infertil (mandul). Sehingga bibit tiktok dihasilkan dengan sistem IB (Inseminasi Buatan) atau dikenal dengan kawin suntik. Itik serati (mule duck) merupakan sumber daging yang potensial. Penyilangan antara entok dan itik ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas daging itik di Indonesia (Setioko 2003b; Prasetyo et al. 2005). Itik serati merupakan sumber daging yang diminati oleh konsumen sehingga perlu dikembangkan dalam skala usaha besar.

C.    BIBIT TIKTOK
Pengadaan bibit merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha pembesaran tiktok. DOT yang baik harus sehat dan baik yang dicirikan oleh : tubuh tegap, gesit dan lincah; kaki kokoh, fisik tidak cacat dan nafsu makan tinggi. Ada beberapa sumber bibit yang dapat dijadikan sebagai galur induk tiktok. Pembuatan galur itik betina dasar pemeliharaanya berasal dari itik lokal seperti Mojosari, alabio, tegal dll karena mempunyai produksi telur yang tinggi  dan pertumbuhan yang cepat serta mampu beradaptasi dengan lingkungan serta masa puncak produksi yang relatif lama. Sedangkan pejantan yang di buat galur adalah entok yang akan diambil Spermanya untuk kebutuhan kawin suntik dengan induk itik lokal. Dengan dasar pemeliharaanya karena entok jantan memiliki performance (bentuk badan) yang besar saat dewasa,pertumbuhan cepat,warna bulu lebih banyak putih. Pertumbuhan  serta daya kawin tinggi ( tidak mandul). Anak tiktok yang baru lahir memiliki bobot badan 26 – 53 gram (rataan 40,03 g). Selain dengan penetasan, bibit tiktok juga dapat diperoleh dari Balitnak Ciawi-Bogor atau tempat pembibitan lainnya. Harga bibit (DOT) adalah kisaran Rp. 5.500,-/ekor.


D.    REPRODUKSI TIKTOK
1.      Alat reproduksi itik/entog jantan
Ternak Itik atau Entog jantan mempunyai sepasang testis yang berbentuk silindris terletak di rongga badan menempel pada dinding punggung bagian belakang. Alat genitalia pada itik atau entog jantan tidak berkembang dan hanya berupa phallus dan tidak memiliki jaringan otot seperti pada mamalia. Sepanjang organ ini terdapat saluran yang disebut ejaculatory grove dan berpangkal di bagian coprodaeum pada kloaca sampai ke ujung penis.
            
Gambar 1. Alat reproduksi jantan (Sumber Sri Gandono,1986)
2.      Alat Reproduksi Itik /entog Betina
Seperti halnya pada ayam, alat reproduksi itik betina terdiri dari dua bagian besar yaitu ovarium dan oviduct. Walaupun ada sepasang ovarium dan oviduct, namun hanya bagian kiri yang berfungsi sedangkan yang kanan mengalami rudimenter. Ovarium pada itik merupakan kumpulan kuning telur (yolk) berbagai ukuran mulai dari yang kecil berdiameter 0,5 mm sampai yang besar menyerupai kuning telur. Bagian oviduct merupakan bagian penting pada proses IB dan terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Dalam proses inseminasi sebagian besar spermatozoa tersimpan dalam lipatan-lipatan antara uterus dan vagina, dengan suatu proses yang belum diketahui. Perjalanan spermatozoa ini mungkin terjadi setiap kurun waktu tertentu pada saat oviduct dalam keadaan kosong. Untuk itu perlu diketahui jumlah spermatozoa optimal yang harus diinseminasikan agar diperoleh angka fertilitas yang baik.  Selain itu ke dalaman inseminasi perlu diperhatikan agar spermatozoa dapat disimpan di dalam saluran antara uterus dan vagina dalam jumlah besar.
          
Keterangan:a.Ovarium,b.infundibulum,c.magnum,  d.isthmus, e. uterus, f. vagina.
Gambar 2.  Alat reproduksi betina (Sumber Sri Gandono,1986)

E.     TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA ITIK
Sistem produksi dengan memanfaatkan proses perkawinan silang melalui program inseminasi buatan, tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan produksi telur tetas yang memiliki daya tetas tinggi (fertil) di samping produksi telur yang banyak tentunya.
Adapapun tujuan teknik inseminasi buatan pada itik adalah seperti berikut :
·         Pemulihan ternak terutama dalam pengembangan galur-galur baru
·         Penyelidikan tentang permasalahan fertilitas jantan dan betina
·         Pemilihan induk pejantan dan betina, baik untuk produksi maupun kualitasnya
·         Efisiensi penggunaan penjantan dalam proses produksi, 1 x ejakulasi dapat membuahi lebih dari satu betina
·         Menanggulangi rendahnya fertilitas akibat kesulitan dalam proses perkawinan alami
·         Pengadaan anakan (day old duck) dalam jumlah lebih banyak serta umur yang seragam
Bahan dan Peralatan IB
ü  Aspirator (pengisap) yang dihubungkan dengan termos kecil sebagai tempat pengumpul semen pada itik sedangkan pada ayam, langsung ditampung dalam tabung
ü  Alat suntik tanpa jarum (tuberculin syriage)
ü  Bahan pengencer aquades dan larutan fisiologis 0.85 % atau cairan infus
ü  Rasio pengenceran sperma adalah 1 : 10 untuk itik dan 1 : 4 untuk ayam
Dengan memperhatikan keuntungan dalam beternak itik serati atau itik mule  maka sudah layaknya itik ini menjadi sebuah pilihan yang  perlu diupayakan  dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak itik lebih khusus usaha peternakan itik pedaging yang berkualitas, biaya produksi rendah, memiliki harga yang cukup baik di pasaran serta mudah dilakukan oleh peternak pada umumnya.

F.     KEUNGGULAN TIKTOK
Tiktok memiliki beberapa keunggulan, yaitu pertumbuhannya cepat, mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi daging (Hutabarat 1982; Zulkarnain 1992; Hardjosworo dan Rukmiasih 2000), tahan terhadap penyakit, mortalitasnya rendah 2−5% (Dijaya 2003; Anwar 2005), serta dagingnya tebal, berwarna coklat muda, tekstur lembut dan bercita rasa gurih (Harahap 1993; Srigandono 2000; Dwi-Putro 2003; Setioko 2003; Bakrie et al. 2005; Suparyanto 2005).
Bobot badan tiktok jantan umur 12 minggu mencapai 1,92 kg, sedangkan betina 1,91 kg/ekor dengan proporsi karkas rata-rata masing-masing 63,23% dan 72,64% (Dwi-Putro 2003; Suparyanto 2005). Srigandono (2000) dan Dijaya (2003) mengemukakan, tiktok umur 10 minggu memiliki bobot badan 2,20−2,50 kg/ekor, dan pada umur 12 minggu bobot badannya berkisar antara 2,50−3 kg. Wasito dan Rohaeni (1994) melaporkan, bobot badan tiktok betina umur 10 minggu mencapai 2,40 kg, dan itik jantan umur 12 minggu bobot badannya sekitar 4,30 kg, konversi pakan 2,70, dan persentase karkas rata-rata 65−70%. Sementara bobot karkas tiktok umur 8 dan10 minggu masing- masing mencapai 1,36 kg dan 1,14 kg/ekor (Zulkarnain 1992; Roesdiyanto dan Purwantini 2001; Laksono 2003). Karakteristik tiktok umumnya hampir menyerupai entok, yaitu memiliki tubuh besar, tenang, dapat berenang, tetapi tidak dapat terbang (Harahap 1993; Dharma et al. 2001; Sari 2002).

G.    PAKAN TIKTOK
Berikut adalah contoh tabel formulasi pakan tiktok berdasarkan umur
tabel contoh formulasi pakan tiktok
umur itik
bahan pakan %
0-3 minggu
4-10 minggu
Jagung
57,1
69,2
bungkil kedelai
22,8
15
pollard
4
9
tepung ikan
4
3
minyak goreng
3,4
0,5
garam
0,4
0,4
kapur
1,1
1
premiks
0,5
0,5
metionin
1,1
0,1
lisin
0,1
0,1
perhitungan zat nutrien
protein kasar
18,74
15,5
energi metabolis (kkal/kg )
2.908
2.902
kalsium
0,9
0,9
P-tersedia
0,37
0,37
metionin
0,69
0,57
lisin
1,13
0,88





Sumber : Chen (1996 )
Kunci keberhasilan pemeliharaan tiktok secara intensif adalah kualitas dan kuantitas pakan. Untuk pemeliharaan tiktok selama 7 minggu, biaya pakan mencapai 70% dari biaya produksi (Uhi et al. 2004) pakan tiktok umur 0−3 minggu harus mengandung protein kasar 18,74% dan energi metabolis 2.908 kkal/kg, sedangkan itik umur 4−10 minggu memerlukan energi metabolis 2.902 kkal/kg dan protein kasar 15,50%. Kebutuhan pakan itik serati sampai umur 10 minggu sebesar 1,20 kg/ minggu (Simanjuntak 2002).












DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Diakses pada http://www.ditjennak.co.id. Hari Minggu, 8 Maret 2015.